CONTOH KASUS
Mari berimajinasi dan bayangkan bahwa kita mempunyai puluhan ekor kelinci percobaan dan kita akan mengambil 15 ekor di antaranya. Hal yang akan kita lakukan terhadap 15 ekor kelinci ini adalah mengukur panjang telinga mereka masing-masing (Kelincinya nggak diapa-apain kok. Nggak digorok, nggak dipukul, dan nggak disuntik macem-macem. So everyone’s happy). Dari hasil pengukuran diperoleh data sebagai berikut:
Setelah dihitung, kita akan mendapatkan nilai rata-rata panjang telinga dari kelinci percobaan, yaitu 11,19 cm. Nilai ini kita sebut mean.
Pertanyaan yang muncul adalah: apakah nilai rata-rata (mean) yang kita peroleh adalah betul-betul representasi dari panjang telinga semua kelinci percobaan yang kita miliki? Atau pertanyaan berikutnya “Seperti apakah bervariasinya data yang kita peroleh?”Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka kita akan menarik selisih masing-masing data dengan nilai mean yang ditampilkan pada kolom berikutnya. Nilai selisih ini kita sebut dengan deviasi (penyimpangan). Barangkali, nilai deviasi ini akan membantu kita untuk menentukan apakah nilai rata-rata yang kita peroleh adalah representatif. Kita dapat berasumsi bahwa nilai deviasi yang kecil merupakan indikasi bahwa data kita adalah representatif. So, mari kita tarik selisihnya…
Kemudian, kita jumlahkan total selisih dari 15 data yang kita peroleh. Maka diperoleh hasil sebagai berikut.
Lho, ternyata jumlah dari total selisih tadi bernilai nol. Tidaaaak… Mana mungkin kita dapat menentukan sifat representatif data jika hasil perhitungannya nol??? Lantas bagaimana caranya supaya niainya bukan nol? Hmm… sederhana saja. Masalah nol ini dapat diatasi dengan meng-kuadratkan nilai dari masing-masing selisih tadi. Maka nilainya pasti positif. Hasilnya adalah sebagai berikut.
Nah, sekarang kita punya angka yang jauh lebih bermakna dibandingkan dengan nol, yaitu 19,88 yang merupakan jumlah dari kuadrat deviasi data.
So, what’s next?
So, jika nilai 19,88 tersebut kita bagi dengan 15 (15 merupakan jumlah data, biasa disimbolkan dengan n), maka kita akan memperoleh nilai 3.976. Tapi tunggu dulu, para ahli statistik berpendapat bahwa nilai ini akan menjadi lebih representatif jika dibagi dengan nilai n-1 dibandingkan dengan n (kata ahlinya sih begitu, kita mah nurut aja). Dengan demikian,
19,88 / (15-1) = 1,42Eits, tunggu sebentar. Jangan lupa bahwa tadi kita meng-kuadratkan masing-masing nilai deviasi untuk mengatasi masalah nol. Oleh karena itu data ini tidak tepat dipakai. So, bagaimana caranya??? Sederhana juga, nilai ini kita akarkan kembali. Iya kan? Maka nilai akhir yang kita peroleh adalah:
√1,42 = 1,191Well, kita tadi ngitung apaan sih???
- Tadi kita sudah menghitung nilai varian (variance). Itu tuh yang nilainya 1,42. Simbol yang biasa dipakai untuk nilai ini adalah s2.
- Kita juga sudah menghitung nilai akar dari variance yaitu 1,19. Nilai inilah yang kita sebut dengan STANDAR DEVIASI atau penyimpangan baku (standard deviation). Simbol yang digunakan untuk nilai ini adalah s.
Dengan demikian standard deviation (SD) memang merupakan cerminan dari rata-rata penyimpangan data dari mean. SD dapat menggambarkan seberapa jauh bervariasinya data. Jika nilai SD jauh lebih besar dibandingkan nilai mean, maka nilai mean merupakan representasi yang buruk dari keseluruhan data. Sedangkan jika nilai SD sangat kecil dibandingkan nilai mean, maka nilai mean dapat digunakan sebagai representasi dari keseluruhan data (yang dalam hal contoh kasus kita adalah panjang telinga kelinci percobaan).SD biasanya disajikan sebagai “mean±SD” dimana dalam contoh kasus yang kita pelajari di atas nilainya adalah 11,19±1,191. Mengapa tanda “±” digunakan dalam hal ini? Ya, jawabannya adalah karena kita menemukan nilai (+) dan juga nilai (-) pada nilai deviasi (selisih data dengan nilai mean).
STANDARD ERROR. Makhluk apa pula ini?
Selain SD, kita juga mengenal istilah standard error (SE) atau kesalahan baku. SE merupakan nilai yang mengukur seberapa tepat kah nilai mean yang kita peroleh. Dengan kata lain, SE menjawab pertanyaan “seberapa dekatkah nilai rata-rata panjang telinga 15 ekor kelinci yang kita punya dibandingkan dengan rata-rata panjang telinga semua kelinci yang kita miliki?” Nilai SD dapat diketahui dengan perhitungan sederhana berikut:
SE = adalah akar dari nilai variance yang sudah dibagi dengan n. Ingat, dibagi dengan nilai n, bukan nilai (n-1). Jadi, jika perhitungan kita di atas dilanjutkan, maka nilai SE adalah
SE = √(variance/n) = √(1,42/15) = 0,307Dengan demikian, data yang kita peroleh dapat disajikan menjadi 11,19±0,307. Hmm… kalau diperhatikan secara cermat, ternyata nilai SE ini berasal dari nilai SD yang dibagi dengan akar n. SE = SD/√n. Coba buktikan! Betul kan?
Kabar Gembira: Microsoft Excel bersedia membantu
Pada bagian di atas, kita sudah menghitung dan melihat perbedaan antara SD dengan SE. Tidak terlalu rumit bukan? Apa? Masih rumit? Oke deh, tapi setidaknya sudah paham kan apa beda SD dengan SE. Untungnya, perhitungan SD dan SE ini bisa dilakukan dengan mudah dengan bantuan Microsoft Excel.
Pada kotak dialog “Descriptive Statistics” yang muncul, blok keseluruhan data panjang telinga yang akan kita olah dan opsi sesuai dengan gambar berikut.
Terakhir, tekan “OK”, maka akan muncul halaman (sheet) baru yang berisi statistik deskriptif dari data yang kita olah, seperti gambar berikut.
SD atau SE?
Oh ya, terakhir, ada pertanyaan klasik. Standard mana yang diguanakan? SD atau SE? Hmm… ini sepertinya pertanyaan rumit. Keduanya bisa digunakan untuk tujuan yang sama, tergantung preferensi masing-masing. Ada yang lebih suka menggunakan SE karena nilai SE lebih kecil daripada SD (iya kan?). Trus, saya pilih yang mana? Hmm… I am not telling…
Berikut rumus-rumus yang sudah kita bahas di atas:
http://yoriyuliandra.com/site/2012/07/05/standard-deviasi-atau-standard-error/
Post a Comment