Mengkhatamkan (menyelesaikan) Al-Qur’an menjadi sangat penting bagi umat Islam apalagi pada bulan Ramadhan yang penuh keberkahan dan pahala.
Dasar mengapa Al-Qur’an lebih utama untuk dikhatamkan adalah karena ia menjadi amalan yang paling dicintai oleh Allah SWT berdasarkan hadist
Dari Ibnu Abbas r.a., beliau mengatakan ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah saw. “Wahai Rasulullah, amalan apakah yang paling dicintai Allah?” Beliau menjawab, “Al-hal wal murtahal.” Orang ini bertanya lagi, “Apa itu al-hal wal murtahal, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu yang membaca Al-Qur’an dari awal hingga akhir. Setiap kali selesai ia mengulanginya lagi dari awal.” (HR. Tirmidzi)
Struktur Kitab Al-Qur’an
Al-Qur’an terdiri atas 114 bagian yang dikenal dengan nama surat. Setiap surat terdiri atas beberapa ayat. Surat terpanjang berisi 286 ayat yaitu surat Al-Baqarah dan surat terpendek hanya memiliki 3 ayat yaitu surat Al-Kautsar. Total jumlah ayat dalam Al-Qur’an mencapai 6236 ayat di mana jumlah ini dapat bervariasi menurut beberapa pendapat, namun bukan disebabkan perbedaan isi melainkan hanya karena perbedaan cara menghitung jumlah ayat.
Surat-surat yang panjang biasanya terbagi lagi atas beberapa sub-bagian yang disebut ruku’. Setiap ruku’ membahas tema atau topik tertentu [1].
Dalam artikel ini, tanpa bermaksud menyalahi pendapat ulama manapun, penulis mengikuti pendapat bahwa Al-Qur’an terdiri atas 6236 ayat, sehingga kita dapat membuat pernyataan matematika berikut
Al-Quran memiliki 6236 ayat. (1)
Al-Qur’an dibagi menjadi 30 Juz (2)
atau
Al-Qur’an dibagi menjadi 7 manzil. (3)
Menurut [1], ditinjau dari segi kebahasaan (etimologi), Al-Qur’an berasal dari bahasa Arab yang berarti “bacaan” atau “sesuatu yang dibaca berulang-ulang”. Kata Al-Qur’an adalah bentuk kata benda (masdar) dari kata kerja qara’a yang artinya membaca. Konsep pemakaian kata ini dapat juga dijumpai pada salah satu surat Al-Qur’an sendiri yakni pada ayat 17 dan 18 Surat Al Qiyaamah
“Sesungguhnya mengumpulkan Al-Qur’an (di dalam dadamu) dan (menetapkan) bacaannya (pada lidahmu) itu adalah tanggungan Kami. (Karena itu), jika Kami telah membacakannya, hendaklah kamu ikuti bacaannya”.(75:17-75:18).
Karena pemahaman di atas, membaca Al-Qur’an tidak sama dengan membaca buku lainnya. Untuk Al-Qur’an kita tidak bisa melakukan “membaca cepat” seperti misalnya yang disampaikan dalam [2], bahwa kecepatan rata-rata orang Indonesia dewasa adalah 175-300 kpm. Kpm adalah kata per menit yaitu jumlah kata yang dibaca, dibagi waktu yang dibutuhkan untuk membaca.
Membaca Al-Qur’an begitu istimewa sehingga bagi yang belum mahir mendapat pahala 2 kali lipat dan bagi yang sudah mahir akan bersama para malaikat di akhirat seperti yang disampaikan dalam hadits-hadist :
Dari Aisyah ra, berkata; bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang membaca Al-Qur’an dan ia mahir membacanya, maka kelak ia akan bersama para malaikat yang mulia lagi taat kepada Allah.” (HR. Bukhari Muslim)
“Dan orang yang membaca Al-Qur’an, sedang ia masih terbata-bata lagi berat dalam membacanya, maka ia akan mendapatkan dua pahala.” (HR. Bukhari Muslim)
Oleh karena itu disayangkan jika terhadap Al-Qur’an pun dilakukan “membaca cepat” seperti apa yang kita lakukan pada buku-buku biasa. Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa kecepatan membaca Al-Qur’an akan mempengaruhi kecepatan pengkhataman-nya.
Dalam artikel ini, penulis mendefinisikan bahwa kecepatan membaca Al-Qur’an tidak didasarkan pada kpm (kata per menit) maupun apm (ayat per menit), tapi lebih kepada juz per jam, sehingga Al-Qur’an bisa dibaca beserta dengan maknanya karena secara psikologis satuan jam cukup longgar untuk memahami makna sebuah ayat. Dengan demikian kita bisa membuat persamaan matematika sebagai berikut
k = kecepatan membaca Al-Qur’an dengan satuan juz/jam. (4)
Kendala utama yang juga merupakan “alasan tradisional” dalam mengkhatamkan Al-Qur’an adalah alasan sibuk. Beberapa kegagalan utama biasanya karena tidak adanya kedisiplinan dalam membaca. Bagimanapun juga, alokasi waktu untuk membaca Al-Qur’an harus direncanakan dalam setiap harian kita. Beberapa cara agar kita dapat disiplin dalam mengalokasikan waktu adalah sebagai berikut [3]:
- Melatih diri dengan bertahap untuk misalnya dapat tilawah satu juz dalam satu hari. Caranya, misalnya untuk sekali membaca (tanpa berhenti) ditargetkan setengah juz, baik pada waktu pagi ataupun petang hari. Jika sudah dapat memenuhi target, diupayakan ditingkatkan lagi menjadi satu juz untuk sekali membaca.
- Mengkhususkan waktu tertentu untuk membaca Al-Qur’an yang tidak dapat diganggu gugat (kecuali jika terdapat sebuah urusan yang teramat sangat penting). Hal ini dapat membantu kita untuk senantiasa komitmen membacanya setiap hari. Waktu yang terbaik menurut penulis adalah pada malam hari dan ba’da subuh.
- Menikmati bacaan yang sedang dilantunkan oleh lisan kita. Lebih baik lagi jika kita memiliki lagu tersendiri yang stabil, yang meringankan lisan kita untuk melantunkannya. Kondisi seperti ini membantu menghilangkan kejenuhan ketika membacanya.
- Memberikan iqab (hukuman) secara pribadi, jika tidak dapat memenuhi target membaca Al-Qur’an. Misalnya dengan kewajiban infaq, menghafal surat tertentu, dan lain sebagainya, yang disesuaikan dengan kondisi pribadi kita.
- Diberikan motivasi dalam lingkungan keluarga jika ada salah seorang anggota keluarganya yang mengkhatamkan al-Qur’an, dengan bertasyakuran atau dengan memberikan ucapan selamat dan hadiah.
a = alokasi waktu dalam sehari dengan satuan (jam/hari). (5)
Dengan persamaan (2), (4) dan (5), kita bisa mendefinisikan bahwa Al-Qur’an dapat dikhatamkan jika memenuhi persamaan berikut
30 = h.a.k, (6)
6236 = h.a.k, (7)
Formula dan Realitas
Persamaan (6) ini bisa diuji sebagai berikut. Misalnya seseorang yang yang hampir tidak pernah belajar Al-Qur’an, sehingga kecepatan membaca k mendekati nilai nol (tapi tidak sama dengan nol), secara simbol matematika ditulis k → 0+, maka nilai h akan menjadi
(8)
yang artinya bahwa diperlukan waktu yang sangat lama (=tak terhingga) bagi orang tersebut untuk mengkhatamkan al-Qur’an. Hal yang sama (h tak terhingga) juga terjadi jika a mendekati nol, tapi tidak sama dengan nol, k→0+, yang artinya hampir tidak pernah mengalokasikan waktu untuk membaca Al-Qur’an meski bisa/lancar membacanya.Akan tetapi, barang siapa yang tidak pernah membaca Al-Qur’an sama sekali (yaitu k sama dengan nol), k→0, sehingga nilai h akan menjadi
(9)
Jadi orang yang bersangkutan tidak pernah mengkhatamkan Al-Qur’an sampai kapanpun. Hal yang sama juga berlaku kepada orang yang tidak pernah mengalokasikan waktunya untuk membaca Al-Qur’an, a →0, sehingga nilai h juga tidak ada (does not exist).Persamaan (7) bisa dijadikan acuan jika pembaca ingin mengetahui berapa lama waktu yang diperlukan untuk melaksanakan “Sampaikan dariku walaupun hanya satu ayat” ( HR. Ahmad, Bukhari dan Tarmizi).
Jadi jika kecepatan x alokasi waktu, a.k=1 ayat, maka total hari yang diperlukan untuk menyampaikan seluruh ayat adalah
(10)
Sebagai perbandingan dasar, bahwa nilai h pada persamaan (10) ini lebih kecil daripada waktu yang diperlukan oleh Allah SWT dalam menurunkan Al-Qur’an (lewat malaikat Jibril) kepada Nabi Muhammad SAW. Dipercayai oleh umat Islam bahwa penurunan Al-Qur’an terjadi secara berangsur-angsur selama 23 tahun (para ulama membagi masa turun ini menjadi periode Mekkah 13 tahun dan periode Madinah yang dimulai sejak peristiwa hijrah berlangsung selama 10 tahun).Nilai h pada persamaan (10) ini juga menjadi jawaban jika ada seseorang yang membaca Al-Qur’an hanya satu ayat per hari. Jadi setidaknya, waktu yang diperlukan untuk khatam adalah sekitar 17.32 tahun atau 17 tahun 4 bulan selama hidupnya.
Bagaimana Menggambar Grafik Pengkhataman ?
Untuk menggambarkan sebuah grafik yang mudah dipahami, sepertinya kita perlu merenungi pesan seorang ulama besar, Imam Syahid Hasan Al-Banna berikut:
“Usahakan agar Anda memiliki wirid harian yang diambil dari kitabullah minimal satu juz per hari dan berusahalah agar jangan mengkhatamkan Al-Qur’an lebih dari sebulan dan jangan kurang dari tiga hari.”
Dengan dasar pesan beliau, misalnya, faktor h bisa di-set agar memiliki nilai minimal h=3 dan maksimal h=30. Untuk penentuan nilai h=3, juga berlandaskan pada hadist
Dari Abdullah bin Amru bin Ash, dari Rasulullah saw., beliau berkata, “Puasalah tiga hari dalam satu bulan.” Aku berkata, “Aku mampu untuk lebih banyak dari itu, wahai Rasulullah.” Namun beliau tetap melarang, hingga akhirnya beliau mengatakan, “Puasalah sehari dan berbukalah sehari, dan bacalah Al-Qur’an (khatamkanlah) dalam sebulan.” Aku berkata, “Aku mampu lebih dari itu, wahai Rasulullah?” Beliau terus melarang hingga batas tiga hari. (HR. Bukhari).
Sedangkan untuk faktor a, kita bisa set dari a=0 (tidak pernah mengalokasikan waktu untuk membaca) sampai a=24 (dalam 24 jam, terus menerus membaca Al-Qur’an). Dengan nilai paramater di atas, kita bisa mendapatkan grafik k seperti ditunjukkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik kecepatan membaca Al-Quran beserta jumlah hari yang dicapai dan alokasi waktu yang diperlukan
Cara Membaca Grafik dan Membuat Rencana Pengkhataman
Gambar 1 menunjukkan beberapa kurva untuk k =1/4 , 1/2, 1, 2 dan 3 juz/jam. Sebagai contoh dengan k=1 juz/jam, maka sesorang yang menginginkan khatam 2 kali selama ramadhan, harus mengalokasikan waktu 4 jam per hari untuk tilawah. Jika hanya punya 2 jam sehari untuk tilawah, maka paling cepat akan khatam pada hari ke-30.
Dengan persamaan (6), dapat dicari kecepatan minimal k_min, sehingga dengan alokasi waktu maksimal a=24 jam/hari Al-Qur’an dapat dikhatamkan dalam 3 hari (h=3), yaitu dengan kecepatan
(11)
Demikianlah sebuah teori perhitungan matematika sederhana dalam mengkhatamkan Al-Qur’an. Wallahu ‘alam bishawab. Semoga tetap bermanfaat.
—===—
Sumber : Khoirul Anwar*, peneliti ISTECS dan kandidat doktor pada Communications Lab., Nara Institute of Science and Technology, Japan.Daftar Bacaan:
[1]. Id.wikipedia.org, Berbahasa Indonesia.
[2]. Soedarsono, Sistem Membaca Cepat dan Efektif (Jakarta: Gramedia, 1988).
[3]. Dakwatuna.com, Keutamaan mengkhatamkan Al-Qur’an.
Post a Comment